Wednesday, July 26, 2017

The Terminal Part III

"Ternyata kau juga berhasil menyihirku merasa kehilanganmu, baru beberapa jam kau tak ada disini rasa sepi mulai terasa dihatiku. Mau kah kau menyihir agar dirimu berada disini lagi?" Pie menerima pesan berikutnya dari kim melalui nomor yg sama.
"Aku tidak pandai dalam hal menyihir hanya saja aku lebih pandai melakukan sebuah praktek" balas pie mulai menggunakan kata praktek. 
"Ternyata seorang ahli praktek lebih jenius dalam hal menjebak. Aku terjebak kedalam permainan yg kau sebut dgn praktek, Aku seperti kehilangan obat canduku setelah kau jauh dariku" balas kim tak lagi gengsi.
"Aku bahkan hampir tidak mempercayainya seorang ahli teori kini lebih terlihat menyukai praktek" balas pie merasa menang.
Kim tak lagi membalas pesan pie saat ponsel ditangannya direbut yam.
"Ternyata proses untuk kata penyatuan tidak lah lama" Ucap yam saat membaca pesan KimPie diponselnya.
"Kini, aku percaya bahwa jatuh cinta adalah sebuah proses. Jatuh cinta bukan suatu hal yang instan. Padahal dulu aku akrab dengan jatuh cinta pada pandangan pertama yaa katakanlah ketika aku jatuh cinta pada seseorang yg kusebut dgn Peri Cantik.Sekarang aku paham apa beda keduanya. Aku yakin kategori jatuh cinta pada pandangan pertama, jatuh cinta yang seinstan itu akan segera membawa hubungan ke titik jenuh, mungkin dalam waktu yang relatif lebih singkat ketimbang jatuh cinta yang terjadi karena proses. Jatuh cinta seinstan itu tak jauh karena alasan klise semata, 'Dia orang baik' atau 'Dia cantik'. Sementara jatuh cinta yang terjadi karena proses pemahaman yang pada akhirnya membentuk suatu keinginan pada seseorang agar orang yang dicintainya senantiasa bahagia adalah proses yang sulit.
Karena pada dasarnya, saat kita jatuh cinta pada pandangan pertama, rasa yang timbul untuk mengawali suatu hubungan adalah You have to be mine. bisa dibilang suatu hak milik tak tertulis kepada suatu objek yang mungkin akan menarik orang lain juga.
Jatuh cinta karna kata 'Terbiasa' yg terbentuk karna sebuah proses bahkan mampu membuatku jatuh cinta pada sosok nenek sihir yg cerewet sebenarnya dia juga sangat menyebalkan" Ucap kim panjang membuat yam memijit2 jidatnya sedikit pusing dgn kata-kata Kim.



***
"Sebenarnya aku sangat ingin bermanja-manja pada sosok seorang ayah, aku sangat ingin memeluk ayah, aku sangat ingin menceritakan semua kisah hidupku pada ayah satu-satunya orang tua yg aku punya. Tapi... Ah bahkan aku belum bisa menerima kematian ibu" Pie menarik nafas panjang masih menerawang langit-langit kamarnya. Lamunan pie buyar saat terdengar suara ketukan pintu dikamarnya, Pie membuka pintu kamarnya dan segera turun saat asisten rumah tangga mempersilakkannya untuk makan malam.
Terlihat ayahnya sudah berada dimeja makan, Ayahnya tidak mengatakan apa pun bahkan tidak menanyakan kemana pie selama seminggu lebih meninggalkan rumah mereka. Tak ada percakapan antara ayah dan anak yg tengah menikmati makan malam. Pie sesekali melirik kearah ayahnya yg makan persis seperti kim, cara makan yg cukup unik hanya akan memakan makanan kesukaannya di akhir, Mungkin slogannya adalah save the best for the last. Entalah..
"Kemarin Van mencarimu, ia menunggumu pulang. Apa kau sudah memberitahunya bahwa kau sudah pulang?" Tanya ayah pie membuka percakapan. Pie hanya menggelengkan kepalanya tanda jawaban belum atas pertanyaan ayahnya.
"Ayah akan memberitahunya, sepertinya dia mencemaskanmu" Ayah pie melanjutkan kata-katanya.
"Ayah tidak perlu melakukannya, tidak perlu berlebihan Van hanya teman biasa bagiku" Ucap pie mulai sedikit ketus.
"Van anak yg baik, ayah mengenal baik ibunya" Ucap ayah pie mulai menatap pie.
"Ayah mengenal baik ibunya, Bukan Van, semua laki-laki itu sama saja. Sama-sama brengsek!" Ucap pie menegaskan ucapannya pada kata brengsek.
"Semua laki-laki itu sama, Pernyataan itu adalah suatu premis logis yang bisa dinegasikan dan dihubungkan dengan premis lain untuk membangun silogisme. Negasi dari 'Semua laki-laki sama saja' adalah 'Ada laki-laki yang tidak sama'." Ucap ayah pie menyanggah pendapat pie.
"Semua laki-laki sama. Laki-laki tak cukup dgn satu wanita, Laki-laki tak peka pada kesulitan hidup pasangan, Laki-laki yg tak pernah menyadari kesalahannya, Laki-laki yg bilang setia hanya di depan mata, Laki-laki tidak tau artinya mencintai, Semua Laki-laki tak bertanggungjawab." Ucap pie seolah menyindir ayahnya.



***
"Perempuan yg kau sebut sabagai perempuan dipinggir jalan ini, Iyaa dia memang perempuan dipinggir jalan. Tapi dia bukan layaknya perempuan dipinggir jalan yg menggoda setiap laki-laki yg melewatinya. Mungkin mendengar kata perempuan dipinggir jalan, banyak orang yg akan menilainya bahwa dia perempuan dgn pekerjaan hina. Tapi dia berbeda, dia perempuan dipinggir jalan yg bertahan hidup dgn bekerja menyapu disetiap tepi jalanan. Hanya karna ibumu menyebutnya perempuan dipinggir jalan, lalu kau terlalu dalam memaknai maksud dari kalimat ibumu" Ucap ayah pie sembari memperlihatkan sebuah photo seorang perempuan tidak begitu jelas karna terlihat telah termakan angin.
"Jika dia perempuan baik seperti yg ayah katakan, mengapa dia merebut ayah dari ibu? Bahkan dia merebut ayah dariku?" Ucap pie mulai menatap ayahnya.
"Dalam hal ini ayah mengakui bahwa ayah lah yg salah, karna 'Terbiasa' menyapa dan bertemu dengannya ayah khilaf. Ayah mulai tertarik dengannya, awalnya ayah hanya ingin menolongnya, namun rasa ketertarikan ayah padanya tak bisa terelakkan, dia perempuan sopan yg berjuang hidup demi seorang anaknya, kala itu ayah menikahinya dgn berkhianat pada ibumu, berkhianat padamu, ayah terjebak kedalam kesalahan yg ayah ciptakan sendiri tanpa memikirkan resikonya" Ucap ayah pie menyesal.
"Kau tau pie, perempuan yg kau sebut sebagai perempuan dipinggir jalan dia jugalah yg menyatukan kita kembali. Setelah dia mengetahui ayah sudah mempunyai keluarga, dia meminta ayah untuk kembali pada kalian, bahkan dia tidak memikirkan kesakitannya" Ayah pie melanjutkan ceritanya.
"Lalu jika dia merelakan ayah kembali pada kami, mengapa ayah kala itu kembali padanya? Mengapa ayah meninggalkan kami lagi? Mengapa ayah membiarkan ibu mencari ayah hingga ibu menemui kematian dalam sebuah kecelakaan?" Pie menghuni ayahnya dgn pertanyaan.
"Kala itu ayah hanya ingin menemuinya untuk meminta maaf, tapi sayang ayah tidak melihatnya dirumah yg sempat kami tempati setelah kami menikah, ayah menemukan sebuah surat yg isinya bahwa dia mengatakan tidak akan menempati rumah itu lagi karna itu bukan miliknya dia bukan perempuan serakah akan harta" Ucap ayah pie menghelah nafas panjang.



***
"Ayah meneyesal membiarkan ibumu salah paham, ketika ayah memutuskan untuk kembali pada kalian saat itu ayah benar-benar kembali, Andai saja ibumu tidak mencari ayah kala itu mungkin ibumu tidak akan menemui kematian dalam sebuah kecelakaan maut itu" Ucap ayah pie mulai terlihat membendung airmatanya.
"Bagaimana keadaan perempuan itu sekarang? Apa ayah sudah menemukannya?" Tanya pie mulai tertarik.
"Ayah tidak tau bahkan ayah tidak pernah mencarinya lagi setelah kematian ibumu, ayah benar-benar menyesal pie. Ayah meyakini bahwa ini mungkin hukuman dari Tuhan, Anak kandungku bahkan sangat menbenciku. Ayah mengerti dan ayah menerinanya" Ucap ayah pie menatap lekat pie.
"Jika saat ini aku mengijinkan ayah untuk mencari perempuan itu, apa ayah akan melakukannya?" Tanya pie penasaran.
"Ayah tidak akan mencarinya biarlah takdir Tuhan yg akan mempertemukan ayah dengannya, atau bahkan dengan anak itu" Ucap ayah pie seperti mengingat masalalunya.
"Anak itu? Apa ayah sangat dekat dengannya?" Pie mulai melemahkan nada bicaranya.
"Bahkan ayah sangat dekat dengannya, dia anak yg baik sama seperti ibunya, dia anak yg pintar usianya beberapa tahun lebih muda darimu, Sayang ayah tidak mempunyai photonya. Ayah yakin sekarang dia pasti sudah tumbuh dewasa sama sepertimu" Ucap ayah pie mulai tersenyum.
"Andai saja ada cara untuk membuatmu tidak lagi membenci ayah, ayah akan melakukannya, belasan tahun ayah hidup dalam kebencian anak kandung ayah sendiri. Tapi ayah tidak pernah mengatakan bahwa anakku adalah seorang anak durhaka, Mungkin inilah cara Tuhan menunjukkan bahwa Dia belum memaafkan kesalahan ayah yg terlalu besar ini. Dengan kau masih memanggil ayah dgn sebutan ayah saja itu sudah cukup bagi ayah artinya kau masih menganggap ayahmu ini sebagai ayah" Ayah pie melanjutkan ucapannya.
Pie mulai diam mendengar kata-kata ayahnya, ia bangkit mulai meninggalkan ayahnya sendirian dimeja makan.

Pie melangkahkan kakinya menuju kamarnya, ia mulai mencerna dalam ingatannya setiap kata-kata yg di ucapkan ayahnya. Pie mulai mengambil bingkai photo ibunya seolah ingin mencurahkan semua rasa yg ada dihatinya.

***
"Kau tidak memberitahu kami terlebih dahulu kalau kau sudah pulang, kita kan bisa mengadakan pesta kecil-kecilan untuk menyambutmu" Ucap peuy pada pie saat mereka sedang hang out.
"Tidak perlu terlalu berlebihan, ternyata kau masih tetap sama saja suka berlebihan" Ucap pie memukul kepala peuy.
"Kau bahkan juga tetap sama saja selalu memukul kepalaku" Protes peuy mengusap kepalanya.
"Kita tetap saja kan?" Tanya jane pada kedua temannya yg terlihat masih cekcok.
Pie dan peuy menatap heran kearah jane, tak mengerti maksud dari pertanyaan jane.
"Iyaa kita tetap sama kan? Tetap sahabat seperti kemarin2" Ucap jane memperjelas dan mendapat pukulan pelan dari kedua temannya, karna pertanyaannya terlalu bodoh.
"Aku tidak percaya kau bisa tinggal bersama makhluk aneh itu, aku bahkan hanya melihatnya saja sudah bergidik" Ucap peuy mulai membahas nerd.
"Mereka semua orang baik, mereka memberiku banyak pelajaran tentang hidup. Ternyata benar hidup bahagia itu tidak harus tentang uang, tidak harus hidup mewah, karna kebahagiaan terletak dari dalam hati" Ucap pie seolah mengingat kata-kata kim.
"Bagaimana dengan kim?" Tanya jane membuat pie mengerutkan keningnya.
"Meski dia seorang perempuan, aku yakin kau pun mengakui bahwa dia sangat tampan" Ucap jane menggoda pie.
Pie hanya diam terlihat acuh kembali menikmati minumannya.
"Apakah kim sama sepertiku? Maksudnya penyuka sesama jenis" Tanya peuy membuat pie tersedak ingin memuncratkan minuman yg sedang ia nikmati.
"Dari penampilannya jelas pasti dia penyuka sesama jenis, jika dia ternyata menyukaimu bagaimana pie? Aku lihat kalian mulai akrab" Ucap peuy membuat pipi pie terlihat merah merona.
"Kalian tidak memberitahuku trend2 model pakaian terkini, aku sudah lama tidak shopping" Ucap pie mengalihkan arah pembicaraan kedua temannya.
"Aku punya trend pakaian terkini, model tas branded, pokoknya semua keluaran terbaru" Ucap jane antusias mulai mengeluarkan majalah fashion dari dalam tasnya.
"Ini sangat menarik jane, aku menyukai semua model pakaian dalam majalah ini" Ucap pie seolah sangat tertarik, Ia menghelah nafas panjang karna kedua temannya mulai sibuk melihat2 majalah yg dibawa jane.

***
"Pie, mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau sudah pulang? Selama ini kau tinggal dimana?" Ucap Van tiba-tiba saat pie turun dari mobilnya.
"Mengapa aku harus memberitahumu?" Tanya pie acuh.
"Aku mencemaskanmu pie, kau juga tidak pernah membalas pesanku, tidak pernah menjawab telponku" Ucap van masih mengikuti pie.
"Van berhentilah bersikap berlebihan, Aku tidak menyukainya" Pie menghentikan langkahnya.
"Aku tidak berlebihan, aku mencemaskanmu karna aku peduli padamu. Aku menyukaimu pie" Ucap Van menatap lekat wajah pie.
"Aku juga menyukaimu Van, tapi menyukaimu hanya sekedar teman, Simpan saja rasa sukamu terhadapku karna kau selamanya teman bagiku" Ucap pie tersenyum menatap Van.
"Setiap orang berhak untuk menyatakan rasa sukanya pada orang yg ia sukai, mengapa kau melarangku untuk mengatakannya padamu? Aku tidak memaksamu untuk membalasnya, Aku hanya ingin mengatakan apa yg aku rasa. Apa itu salah?" Ucap Van kecewa.
"Kau tidak salah, hanya saja kau salah menempatkan soal rasamu" Ucap pie menepuk pelan bahu Van.
"Bahkan kau menyalahkan masalah 'Rasa'. 'Rasa' tidak pernah salah Pie. Kita tidak bisa mengatur apa yang kita rasa. Kita tidak bisa merencanakan rasa kita akan kita jatuhkan pada siapa, Jika rasa bisa diatur aku akan mengaturnya menempatkan rasaku pada orang yg mempunyai rasa yg sama denganku" Ucap Van mulai menaikkan nada bicaranya.
"Iya kau benar 'Rasa' memang tak pernah salah , hanya kepada siapa rasa itu kau berikan yang mungkin memang kurang tepat. Kau seharusnya menjatuhkan rasamu pada orang yg tepat, pada orang yg juga membutuhkan rasamu" Ucap pie kembali melanjutkan langkahnya.
"Aku tidak peduli siapa yg membutuhkan rasaku, aku hanya peduli rasaku padamu benar-benar tulus pie. Saat rasa tak pernah salah, lalu apa yang dapat disalahkan? pesonamu? atau hasratku yang tak bisa berhenti mengagumimu?" Ucap Van tetap berusaha menghadang langkah Pie. Pie tidak mempedulikan kalimat-kalimat yg di ucapkan Van ia terus melangkahkan kakinya memasuki rumahnya, Ia tak ingin memberi sedikit pun harapan pada Van.
Tidak katakan tidak!
Iya katakan iya!
Bukan memberi harapan palsu pada orang yg mengharapkan sebuah harapan besar padanya.

***
"Apa kau mulai tidak bisa menikmati sebuah proses? Mengapa kau terlihat tidak bersemangat semenjak Pie tidak bersama kita lagi" Ucap yam saat melihat Kim turun dari bus terlihat tidak bersemangat.
"Sejak kapan aku tidak bisa menikmati sebuah proses? Aku bahkan menikmatinya ketika nerd mulai mengamen dan air ludah basinya muncrat diwajahku" Ucap kim mengingat ketika dibus nerd menyanyi percikan air dari mulutnya mengenai wajah kim yg berada dihadapannya.
"Apakah itu juga disebut sebuah proses?" Tanya yam mulai terkekeh.
"Aku tidak tau" Ucap kim meninggalkan yam dan nerd yg tak henti terkekeh.
"Sejak tidak ada pie suasana rumah menjadi sepi, tidak ada lagi yg bernyanyi dgn suara nyaringnya ketika mandi" Ucap yam pada nerd yg sengaja arah pembicaraan mereka diarahkan pada kim.
"Tapi kau tau yam, yg paling sepi itu adalah hatiku" Ucap nerd memegang dadanya seolah tengah memegangi hatinya dgn gaya sedikit lebay.
"Daripada kalian berdua menggodaku terus menerus, lebih baik kau pinjamkan ponselmu padaku" Ucap kim sedikit merayu yam.
"Kau mau meminjam ponselku lagi? Aku tidak akan meminjamkannya lagi, kau slalu menghabiskan pulsaku tanpa menggantinya" Ucap yam mulai mengecek sisa pulsanya.
"Tidak ada gunanya kau menyimpan pulsamu, kau bahkan tidak pernah menelpon seorang" Ucap kim seolah meledek yam.
"Sendiri itu sepi, sendiri itu sunyi, sendiri itu.. Aah mengenaskan sekali hidupmu" Ucap nerd ikut meledek yam.
"Kau lihat dirimu nerd, kau juga sendiri, kau bahkan tidak pernah mempunyai pasangan kekasih seumur hidupmu" Ejek yam pada nerd.
"Semua orang tau kalau aku tidak cantik, jadi orang akan memaklumi walau seumur hidupku tidak pernah mempunyai seorang kekasih. Kau lihat dirimu semua orang tau kau cukup menarik, tapi apa kata orang kalau kau tetap saja sendiri" Ucap nerd merasa menang karna ketidak cantikannya.
"Aku bahkan bingung ada makhluk sepertimu, yg sangat bangga dgn wajahnya yg bahkan iblis pun akan takut menggodanya" Ucap yam mulai tertawa di ikuti Kim.
"Aku pura2 menyukainya karna aku menikmati prosesnya, proses metamorfosis wajahku dari hari ke hari" Ucap nerd polos, Berpikir positif metamorfosisnya akan sama seperti kupu2 dari ulat menjadi kupu2 yg indah.

***
"Aku mencarimu, entah mengapa mulai muncul rasa yang berbeda dalam diriku.Seperti... aku membutuhkan sesuatu yang tidak ku mengerti. Sesuatu yang entah harus kusebut apa. Sesuatu yang mungkin bisa membuatku sedikit tenang jika itu ada.Sesuatu yang membuatku merasa sedikit berkurang, tidak merasakan sepenuhnya hidupku jika itu tidak ada.Dan pertanyaannya kini, sesuatu ataukah seseorang? Aku mencarimu, mulai mencarimu di sela-sela rutinitas padatku, mulai mencarimu di tengah kegiatan yang menunggu untuk kulakukan, mulai mencarimu di antara rasa lelahku. Yah, sepertinya aku memang mulai membutuhkanmu. Mungkin kini aku memang sedang berada dalam tahap pendewasaan diri, sehingga aku mulai merasa perlu untuk mencari.
Aku mulai mencarimu, entah mengapa aku mulai mencari kehadiranmu di antara setumpuk ambisiku memperjuangkan angan. Seolah benteng pertahananku mulai runtuh perlahan.
Yah, nilai-nilai yang selama ini kupegang teguh tampaknya harus mulai kuperbaiki keberadaannya. Aku mulai mencarimu pie" Kim mengirim sebuah pesan pada pie.
"Aku membiarkan aku tidak mencarimu, aku membiar aku tidak merindukanmu, aku membiarkan aku bertahan untuk tidak bertemu denganmu. Bukan berarti aku tidak ingin, aku sangat ingin namun aku membiarkannya hingga rasa rindu ini membatu menjadi sebuah kristal yg tak ternilai harganya. Kita akan menikmati rasa rindu yg berharga ini ketika kau sudah benar-benar memahami teori dari praktek yg kita lakukan" Balas pie mulai dgn kalimat teori dan prakteknya.
"Jika kau menungguku sampai aku memahami teori dari apa yg kita praktekkan aku lebih memilih tidak akan pernah bisa untuk memahaminya, karna aku mulai menyukai sebuah praktek, kau benar pie bahkan aku mulai kecanduan untuk mempraktekkannya lagi. Ah sudahalah jgn membahas sebuah praktek itu hanya akan membuatku semakin ingin mencarimu" Balas kim terbawa suasana kata praktek.
"Bahkan ahli teori sepertimu lebih sensitif ketika membahas sebuah praktek, aku membayangkan wajahmu yg bahkan lebih garang dari raja rimba ketika melakukan sebuah praktek" Balas pie sedikit menggoda kim, membuat kim merasa malu pada dirinya sendiri membaca pesan dari Pie.

***
"Kiiim" Suara teriakan seorang perempuan dari dalam mobil memanggil nama kim.

Kim mendekati mobil orang yg tadi memanggilnya.
"Jane, mengapa kau disini? tidak seperti biasanya kau sendirian" Ucap kim sembari melihat2 keadaan dalam mobil jane yg memang terlihat sedang sendiri.
"Masuklah" jane meminta kim masuk kedalam mobilnya.
"Masalah perjalananku, menurutmu bagaimana?" Tanya jane ketika kim masuk kedalam mobilnya.
Kim mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti.
"Kau tau kim? Langkahku mulai rapuh, aku mulai tidak yakin" Ucap jane terlihat menghelah nafas panjang.
"Cobalah kau beri sugesti bahwa kau akan kalah, lalu kau yakinkan dirimu sendiri bahwa hal itu akan terjadi. Hasilnya, kau pasti benar2kalah. Teruslah yakin seperti langkah awalmu yg penuh keyakinan seperti kemarin-kemarin" Ucap kim meyakinkan jane.
"Kau tau kim apa yg paling menyedihkan di dunia ini selain perpisahan?" Tanya jane sesekali melirik kim.
"Mungkin yg paling menyedihkan di dunia ini Barangkali kegagalan untuk menjauhi kehidupan orang-orang yang mencuri cinta dari hati kita" Ucap kim menatap kosong kearah jalan.
"Kau benar kim, itu sangat menyedihkan kita seperti terjatuh lalu tak mampu bangkit lagi" Ucap jane masih fokus menyetir.
"Bukankah benih itu justru akan tumbuh ketika ia sudah jatuh? Maka dari itu, bangkitlah benih keberhasilan itu akan kau nikmati" Ucap kim sembari menyunggingkan senyumnya.
"Kau terlihat pandai memahami segala hal, itu sebabnya aku suka menceritakan apa yg ingin aku ceritakan" Ucap jane mulai menghentikan mobilnya disebuah cafe.
"Aku tidak pandai memahami sagala hal, kau tau jane? Terkadang orang hanya pandai merangkai kalimat2nya, namun tak sedikit orang tidak bisa menjalani sebuah peristiwa seperti kalimat2 santai yg di ucapkannya. Mungkin aku salah satunya" Ucap kim mulai mengikuti langkah jane memasuki cafe.
"Tapi aku cukup mempercayaimu kim, aku yakin kau pun bijak dalam menjalani setiap pristiwa yg kau jalani" Ucap jane kembali melemparkan senyumnya.
"Ohya Aku tidak melihat kedua temanmu, Apa kalian mengamen sendiri2 skrg?" Tanya Jane saat mereka duduk disalah satu bangku cafe.
"Mereka ada sedikit kerjaan jadi tidak bisa ikut bersamaku" jawab kim tersenyum.

***
"Kim.. Aku melihatnya disini" Jane sedikit berbisik melihat dua orang yg duduk tak jauh dari meja mereka.
"Maksudnya melihat apa jane? Aku tidak mengerti" Ucap kim bingung.
"Aku melihat 'tujuan'ku berada disini, tapi aku tidak tau ia sedang bersama siapa" Ucap jane memberitahu kim dua orang yg duduk tak jauh dari meja mereka.
Kim mulai memalingkan wajahnya untuk melihat orang yg disebut jane dgn sebutan 'tujuan'.
"Bukankah itu Van dan pie?" Ucap kim menatap lekat dua orang yg tengah mereka perhatikan.
Jane mulai memperhatikan orang yg bersama Van ternyata itu memang pie.
"Lihatlah dia terlihat bahagia ketika bersama pie, aku bahkan tak pernah melihat senyum itu ketika dia bersamaku" Ucap jane mulai putus asa.
"Tenanglah aku akan membantumu untuk mendapatkan tujuanmu" Ucap kim menarik pergelangan tangan jane menuju meja tempat Van dan Pie duduk.
"Kim.. Jane.." Ucap pie terkejut melihat kim dan jane yg datang dari mana tiba-tiba mendekati meja mereka.
"Boleh kami ikut bergabung bersama kalian?" tanya kim santai, Van menganggukkan kepalanya tanda memperbolehkan.
Pie diam masih sedikit terkejut dan bingung mengapa kim bisa bersama jane.
"Mengapa kau tidak menelponku kalau kalian akan makan siang disini, kita kan bisa makan bersama" Ucap jane pada pie.
"Ponselku mati jane, bukankah kau sudah bersama kim" jawab pie mulai melirik sinis kearah kim.
"Aku tidak sengaja bertemu dengannya dijalan, jadi aku memintanya untuk menemaniku" Ucap jane tersenyum kearah kim.
Kim terus menyunggingkan senyumnya tetap bersikap seolah tak begitu akrab dgn pie.
Ketika seorang pelayan datang mendekati meja mereka, Pie tertegun melihat kim memesan makan dgn minuman sederhananya hanya dgn segelas teh tawar, sama seperti ayahnya yg meski sedang makan diluar tetap tak ketinggalan minum dgn teh tawar, yg mungkin sebagian orang rasanya memang terasa aneh. Tapi tidak bagi Kim dgn mengkonsumsi teh tawar kesehatan tubuhnya akan tetap terjaga karna kandungan yg ada didalam teh tawar bisa menjadi alternatif dalam meminimalisir kadar gula tinggi.

***
Pie menikmati spaghettinya sesekali tetap melirik kim yg terlihat acuh padanya, bahkan Kim bersikap seolah tak begitu mengenal Pie, Pie sedikit kesal melihat tingkah acuh kim yg bahkan sangat berbeda dgn kata2 indah yg di ucapkannya beberapa hari sebelumnya.
"Pie lihatlah kau makan seperti anak kecil" Ucap Van mengelap bagian bibir bawah pie yg sedikit cemong karna spaghetti.
"Aku bisa melakukannya" Ucap pie seraya mengambil tissu ditangan Van, Pie menginjak keras kaki kim karna merasa kesal terhadap tindakan acuh kim padanya.
"Kim kau tidak apa-apa?" Tanya Jane melihat kim tersedak ketika tengah menikmati makanannya, Jane memberikan minum untuk kim, membuat pie semakin menatap sinis kearah kim.
"Van, aku ingin pulang" Ucap pie mulai terlihat badmood.
"Mengapa cepat sekali? Bahkan makananmu belum kau habiskan" Ucap jane mencegah pie.
"Aku sudah kenyang, kalian bisa meneruskan makan siang kalian" Ucap pie memaksakan senyumnya.
"Baiklah kita pulang bersama, aku juga sudah kenyang" Ucap jane mulai bangkit dari posisi duduknya, membuat Pie merasa tak enak hati.
Jane baru beberapa langkah melangkahkan kakinya, namun ia hampir terjatuh karna High Heels yg dipakainya mungkin membuatnya sedikit sulit melangkah dgn cepat.
"Apa kau baik2 saja? Aku rasa kau harus lebih berhati2" Ucap kim menopang tubuh jane yg hampir terjatuh.
Jane tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada kim, kembali membuat ekspresi wajah pie tak karuan seperti tengah menahan amarah.
Pie melangkahkan kakinya dgn cepat meninggalkan ketiga temannya keluar cafe.
"Pie ada apa denganmu? Aku melihat wajahmu terlihat buruk" Ucap Van mengejar Pie.
"Aku hanya ingin segera pulang, aku merasa sedikit pusing" Elak pie berlagak memijit keningnya.
"Aku akan mengantar kim terlebih dahulu, apa kalian akan ikut denganku?" Ucap jane berharap Van dan Pie ikut dengannya.
"Sepertinya aku akan langsung mengantar pie pulang, keadaannya kurang baik" Van menolak ajakan Jane.
Setibanya dirumah pie langsung masuk kamar dgn perasaan kesal "Apa maksudnya? Mengapa kim seolah tak mengenalku? padahal baru kemarin dia berkata sangat manis padaku, apakah secepat itu perasaannya berubah2" Pie kesal menghempaskan tubuhnya diatas kasur.

***
"Van, jika ada orang yg mencintaimu, sedangkan kau tidak mencintainya. Apa yg akan kau katakan padanya?" Tanya jane menatap wajah Van yg terkena sinar lampu taman.
"Aku akan memintanya untuk berhenti mencintaiku karna aku tau bagaimana rasanya mencintai sepihak" Jawab Van tenang.
"Jika orang yg kau cintai memintamu untuk berhenti mencintainya, Apa kau akan berhenti mencintainya?" Tanya jane masih menatap serius wajah Van.
"Aku tidak akan pernah berhenti mencintainya sekali pun ia memintaku untuk berhenti, karna dgn mencintainya saja sudah cukup bagiku" Jawab Van sembari menikmati minuman kaleng ditangannya.
"Aku pun sama, aku tdk akan pernah berhenti mencintaimu sekalipun kau memaksaku untuk berhenti mencintaimu. Aku mencintaimu Van bahkan jauh sebelum kau mencintai pie" Ucap jane mengungkapkan tanpa keraguan.
Van mulai menatap lekat wajah jane seolah tak percaya dgn apa yg di ucapkan jane padanya.
"Jane, kau kan tau aku menyukai Pie dari dulu jadi aku tidak mungkin membalas perasaanmu padaku. Lupakanlah perasaanmu yg hanya akan melukaimu sendiri" Ucap Van menepuk pelan pundak Jane.
"Seperti katamu aku pun tak peduli seberapa besar luka yg akan diciptakan karna perasaan ini, karna dgn mencintaimu saja itu sudah lebih dari cukup bagiku. Lantas mengapa kau masih memintaku untuk berhenti mencintaimu? Bukankah ini posisinya sama saja?" Tanya Jane membuat Van tak bisa menjawab pertanyaannya.
"Kau tau Van? Dalam mengejarmu langkahku sudah terlalu jauh, jika ku hentikan maka hanya lelah yang kudapat. 
Sudah terlalu jauh aku melangkah, dan aku tidak akan pernah menghentikan langkahku.
Apa kau tega akan menghentikannya begitu saja? Apa kau tau bagaimana perjuanganku menapakkan kakiku yg tak mengenal lelah ini ketika mengejarmu? Aku rasa kau sangat tau segala rasa yg ku rasakan karna kisah kita tidak ada bedanya, pada intinya sama-sama mengejar orang yg sedang berlari" Ucap Jane semakin membuat Van membisu.
"Jika kau tak bisa menghentikan langkahmu, Aku akan mengantarmu untuk kembali" Ucap Van mulai terlihat bingung.
"Jika Pie akan melakukan hal yg sama seperti apa yg kau lakukan padaku, apa kau akan menerimanya?" Ucap jane lagi-lagi membuat Van tak bisa berkata-kata.

***
"Kim, apakah ini akhir dari jalan yg aku jalani selama ini? Bahkan tujuanku semakin tak bisa ku gapai" Ucap jane menatap sendu pada kim.
"Bukan, itu Cuma tikungan, bergegaslah untuk melewati tikungannya, karena di depannya akan ada jalan yang lebih indah. Tapi berhati – hatilah karena jalannya sedikit licin, mungkin kau akan beberapa kali terjatuh, tapi yakinlah, Tuhan akan selalu menuntunmu untuk terus melangkah" Ucap kim meyakinkan.
"Jika Tuhan menuntunku mengapa Tuhan membiarkanku terjatuh?" Tanya jane lagi-lagi putus asa.
"Apa kau lupa tentang filosofi mengapa kita harus jatuh untuk bangun? Ingatlah, bahwa itu untuk membuatmu lebih kuat ketika harus terjatuh lagi dan agar kau lebih berhati – hati agar tak terjatuh lagi" Kim mulai memeluk Jane memberi ketenangan padanya.
"Lalu bagaimana jika aku tak bisa bangun lagi Kim?" Ucap Jane masih dalam dekapan kim.
"Ada Tuhan, Tuhan akan menolongmu, percayalah." Kim terus meyakinkan jane.
"Kim, Aku lelah, bagaimana jika aku menyerah?" Tanya jane mulai menumpahkan airmatanya dibahu kim yg masih memeluknya.
"Kau tau jane? Seorang perempuan diciptakan dgn perasaannya yg slalu kuat, berhentilah merengek, Aku yakin kau mampu melewatinya" Ucap kim mulai menghapus airmata jane.
"Tapi apa kira-kira aku bisa melewati tikungannya?" Tanya jane kini menatap wajah tenang kim.
"Tuhan sengaja membuat tikungan itu untuk kau lewati, sekarang bangunlah, berhentilah bertanya, lekas lanjutkan perjalanmu sebelum hari menjadi gelap" Ucap kim tersenyum kembali memberi ketenangan pada jane.
"Terimakasih kim kau seperti awan yg memberikan ketenangan padaku" Ucap jane mulai memperlihatkan senyumnya.
"Aku akan slalu ada di antara langkahmu, Jika kau membutuhkanku, aku akan slalu datang untuk menghapus airmatamu karna peri cantik tidak boleh meneteskan airmatanya" Ucap kim mulai menyebut Jane dgn sebutan peri cantik.
"Kau jangan terlalu baik seperti ini, bagaimana jika aku tiba-tiba tersesat membelokkan langkahku kearahmu?" Ucap jane sedikit bercanda.
"Bukankah itu bagus, berarti kau mampu menyesatkan langkahmu" Ucap kim bercanda dan mulai tertawa kecil di iringi Jane yg kini tak ada lagi airmata yg mengalir dari kedua bola matanya.

***
Kim, yam dan nerd melangkahkan kakinya seperti langkah biasa mereka lakukan setiap pagi, Langkah perjuangan untuk bertahan hidup ditengah kerasnya kehidupan yg mereka jalani. Kim menghentikan langkahnya ketika seorang perempuan dgn gaya khasnya melangkahkan kaki menuju kearahnya. Kim meminta kedua teman untuk meninggalkannya.

Kim melemparkan senyumnya pada gadis yg kini sudah berada dihadapannya, tak ada senyum pada mimik wajah gadis dihadapannya, tak ada sepatah kata pun yg ia ucapkan untuk menyapa balik senyum yg dilemparkan kim padanya.
"Aku pikir kau tidak akan menemuiku lagi ditempat ini, Aku senang kau kembali menemuiku pie" Ucap kim mendekati pie.
"Aku pikir ketika kau mengatakan sebuah hubungan tidak memerlukan kata pengungkapan, Kau menganggapku seperti halnya seorang kekasih. Ternyata aku salah! Ternyata kau hanya menganggapku sebagai bahan praktekmu untuk sebuah kata teori yg belum kau pahami" Ucap pie tanpa basa-basi.
"Aku tidak menjadikanmu sebagai bahan praktek, bukankah kau sendiri yg menawarkan dirimu untuk dijadikan bahan praktek" Ucap kim membuat pie kesal.
"Aku melakukannya karna aku hanya ingin melakukannya dgn orang yg aku cintai. Apa kau semudah itu melakukan sebuah praktek yg biasanya orang hanya akan melakukannya pada seorang kekasih" Ucap pie mulai menatap kim.
"Apa kau menyesal telah mempraktekkannya bersamaku?" Tanya kim santai.
"Aku tidak menyesal, hanya saja sekarang aku sangat membutuhkan sebuah kejelasan dari hubungan kita" Ucap pie membuat kim kembali menyunggingkan senyumnya.
"Aku tidak menyukai pengungkapan, aku lebih menyukai untuk menjalaninya langsung" Ucap kim masih tersenyum.
"Berhentilah melemparkan senyummu itu, aku tidak membutuhkannya, Aku hanya membutuhkan sebuah kalimat yg bisa meyakinkanku" Ucap pie kesal menatap kim.
"Kau tau pie tempo hari kita pernah melakukan sebuah praktek yg hampir berhasil, namun kita gagal menyelesaikannya, Jika kau mau menyelesaikannya sekarang, Aku janji akan memberimu sebuah kalimat penjelasan atas hubungan ini" Ucap kim memberi penawaran membuat pie kini benar-benar ingin menghabisinya.
Pie mendekati kim kali ini benar-benar marah, bahkan pie mulai memukul keras dada rata kim.

***
Kim menghentikan tangan pie yg terus memukul dada ratanya, Kim menarik pergelangan tangan pie menuju arah rumahnya.
"Baiklah, aku tidak akan menawar lagi, tapi aku akan menagihnya nanti" Ucap kim melepaskan tangan pie setelah mereka berada didalam rumahnya.
"Aku menganggap kata tembak-menembak dalam cinta hanya lah sebagai formalitas untuk mendapatkan status bahwa dua orang yg sudah saling mengungkapkan adalah pasangan kekasih, Aku tidak membutuhkan status itu, ketika aku merasa nyaman denganmu aku akan menganggapmu sebagai cintaku meski aku tidak mengungkapkannya. Bagaimana aku tau bahwa cintaku berbalas atau tidak? Dengan melihat caramu saja aku mengetahuinya bahwa kau pun mencintaiku. Jika kau membutuhkan aku mengungkapkan kata cinta padamu saat ini, baiklah aku akan memperjelasnya, Aku mencintaimu pie" Ucap kim mulai menatap pie.
"Jika kau benar mencintaiku, pada saat dicafe mengapa kau lebih peduli pada Jane dari pada aku? Bahkan Van lebih peduli padaku" Pie mulai protes.
"Jika aku memperlihatkan kepedulianku padamu pada saat itu, mungkin mereka akan mencurigai kita. Apa kau sudah benar2 siap jika mereka memandangmu telah menyimpang?" Tanya kim membuat pie diam.
"Aku hanya memikirkanmu, karna bagiku tak masalah orang mau memandangku menyimpang karna memang penampilan fisikku seperti ini" Ucap kim sembari meletakkan gitarnya didalam kamar.
"Apa kau mengatakan ini hanya karna kau ingin aku mengajarimu praktek yg sempat tertunda itu?" Tanya pie curiga. Pie mulai duduk dikursi kayu yg terdapat didalam kamar kim.
"Aku memang menginginkan kau menyelesaikan praktek yg sempat tertunda itu, tapi Jika kau mencurigaiku aku tidak akan memintamu untuk menyelesaikannya. Biarlah praktek itu sampai disitu dan biarlah teorinya aku pahami sendiri" Ucap kim seolah berhenti meminta.
"Aku mencintaimu pie, aku mencintaimu dari hatiku bukan karna kau yg memintanya. Aku mencintaimu bukan semata-semata karna kau mengajariku sebuah praktek, Aku mencintaimu bukan karna aku ingin melakukan praktek itu lagi. Lantas, karna apa? Aku pun tidak tau pie, aku benar2 tidak tau, aku rasa kata 'Terbiasa' membuat hatiku memahami bahwa kau adalah cintaku" Ucap kim sembari berjongkok dihadapan pie

***
"Apa kau menginginkan aku menjawab dari apa yg kau ungkapkan?" Tanya pie tetap pada posisi duduknya.
"Jika kau sangat ingin aku mengungkapkan perasaanku dgn kata tembak-menembak untuk memperjelas hubungan kita, maka aku pun sangat ingin mendengar jawaban darimu untuk memperjelas jawaban apa yg akan ku dapat dari ungkapanku" Ucap kim masih berjongkok dihadapan kursi yg diduduki pie.
"Sekarang selesaikan lah!" Ucap pie kini berdiri.
"Apa itu artinya kau menjawab iya?" Tanya kim memastikan. Pie memberi jawaban dgn menganggukkan kepalanya tanda jawaban IYA.
"Lakukanlah! Aku akan mebantumu menyelesaikan praktekmu" Ucap pie mulai membuka kancing kemejanya.
Kim terpaku menatap belahan dada pie yg mulai sedikit terlihat dari balik kemeja pie yg sudah tidak terkancing bagian atasnya, pernafasan kim mulai seperti tersumbat. Matanya tak berkedip melihat sesuatu yg menonjol dari balik kemeja yg sedikit lagi benar2 terpampang nyata dihadapannya.
"Aku.. Aku tidak bisa memulainya" Ucap kim sedikit gugup.
"Aku yg akan memulainya" Ucap pie mulai mendekati wajah kim dan mulai memainkan nada ciumannya dibibir kim, tanpa keterkejutan kim pun memulai prakteknya, matanya mulai terpejam menikmati setiap sentuhan yg diberikan pie.
Kim mulai melepas kaitan bra pie, begitu pun pie mulai melepas topi yg masih menempel dikepala kim. Kini KimPie mulai berbaring dikasur tanpa ranjang dikamar kim, entahlah siapa yg lebih dulu menuju arah kasur itu, yg jelas kini KimPie bebas menyaksikan lekuk tubuh mereka karna tak ada lagi baju yg menempel ditubuh mereka, bahkan kini benar2 bugil seperti padang tandus tanpa satu tanaman pun,KimPie seperti roda yg terus berputar saling bertukar posisi atas bawah, Kim seperti menyapu tubuh pie dgn sangat rapih tak ada satu bagian pun yg ia lewatnya untuk mempraktekkannya. Pergerakan roda dari keduanya seolah sangat cepat hingga yg tersisa hanya hembusan nafas tak beraturan dari keduanya yg mulai merasa lelah.
Kim berbaring disebelah pie setelah berhasil menyelesaikan prakteknya.
"Kau berhasil menyelesaikan praktekmu kim, Aku bahkan tak menyangka kau lebih menguasai prakteknya" Ucap pie diselah gemuruh nafasnya yg tak teratur.

***
"Apa kau sudah bisa mendeskripsikan praktek kita kedalam teorimu?" Tanya pie mulai berbaring menghadap kim yg masih sibuk mengatur nafasnya.
"Aku tidak bisa mendeskripsikannya dgn kata-kata, Namun aku bisa merasakan diam-diam, seperti ada magnet yang sangat kuat di sana, yang berasal dari hati. Ada sesuatu yang berbeda, yang menggelitik, membahagiakan, sekaligus membuat takut kehilangan momen ini, momen yg kita sebut sebagai praktek." Ucap kim ikut menghadap kearah pie dan mencium kilat bibir orang yg kini sudah resmi menjadi kekasihnya.
"Aku masih ingin seperti ini" Ucap pie memeluk kim yg mulai menggerakkan tubuhnya ingin bangkit.
"Kau bahkan mampu menyihirku, untuk menuruti semua perintahmu" Ucap kim kembali berbaring disebelah pie yg masih bersembunyi dibalik selimut untuk menutupi tubuhnya yg tanpa berbalut busana.
Kim memeluk erat tubuh pie sesekali menciuminya, banyak cerita yg mereka ceritakan.
Hingga tak terasa waktu petang pun tiba, KimPie mulai bangkit membersihkan diri dan kembali mengenakan pakaiannya masing2.
Yam dan Nerd yg seharian ngamen tanpa kim kini pulang dgn perasaan kesal, karna kim tidak menyusul mereka.
"Aku pikir kau akan menyusul kami, ternyata kau menikmati seharian waktumu dirumah ini bersamanya. Apa yg kalian lakukan seharian disini?" Tanya nerd berbisik pada kim, sesekali melirik pie yg tengah tersenyum padanya.
"Aku melakukan sebuah praktek yg sangat sulit makanya butuh waktu seharian" Jawab kim sembari melirik pie.
"Bukankah kau pernah bilang jika kita sudah mempelajari teorinya maka prakteknya akan sangat mudah dilakukan, Aku yakin kau memahami teori dalam segala hal, mengapa sekarang kau mengatakan sedang melakukan praktek yg sulit?" Tanya yam tak mengerti maksud ucapan kim.
"Masalahnya kali ini aku tidak memahami teorinya makanya sangat sulit ketika melakukan prakteknya langsung" Ucap kim tersenyum santai kearah yam.
"Kalian jangan menanyakan praktek apa yg telah aku lakukan, aku mencium bau tidak sedap dari tubuh kalian. Mandilah" Ucap kim mendorong tubuh kedua temannya masuk dalam kamar mereka.
"Aku harap nanti kau mau mengajariku tentang praktek yg katamu sulit itu" Nerd berteriak polos membuat pie terkekeh menatap kim.

***
KimPie menatap langit yg lagi-lagi menurunkan berkahnya berupa hujan.
"Aku menyukai segala tentang hujan, terutama pada jejak petrichor yang ditinggalkan setelahnya. Serupa bagaimana aku menyukai segala tentangmu, terutama pada kilas seringai yang membuatku terlalu banyak menatap. Pertanyaan terbesar dalam hidupku adalah mengapa semesta begitu gigih berkonspirasi untuk mempertemukan kita" Ucap kim masih menatap langit yg menurunkan hujan.
"Apa kau tidak menginginkan pertemuan kita?" Tanya pie mulai menatap heran kim.
"Tidak. tidak, bukan berarti aku sama sekali tidak ingin bertemu denganmu di kehidupan ini.
Aku menyukai hari-hari manis kita dalam senyum bintang-bintang yang pahit. Waktu-waktu langsar kita dalam sarkasme drama kehidupan. Aku menyukainya, Aku hanya terlalu membenci ketakterhingaan dalam keterbatasan kita. Dan gurauan semesta yang membuatmu bagaikan senja, yang aku salah artikan sebagai mentari terbit. Aku benci bagai dilengah beruk berayun. Karena hati yang sekarat tidak pernah sebercanda itu. Aku mulai memikirkan bagaimana jika nanti pandangan orang terhadap hubungan kita akhirnya membuat kita terpisah?" Ucap kim mulai menatap pie.
"Aku tidak pernah menyesali pertemuan kita, Aku tidak pernah memikirkan tentang pandangan orang nantinya, Aku akan tetap bersamamu, akan ku pastikan pertemuan kita tak akan seperti pelangi yg hanya indah sesaat kemudian hilang" Ucap pie penuh keyakinan.
"Aku berharap keyakinanmu pun tak seperti pelangi, yg bisa meyakinkan orang bahwa ia memang indah tapi pada kenyataannya hanya sebentar" Ucap kim sembari menikmati segelas teh hangat ditangannya, air hujan yg sesekali diterpa angin membasahi KimPie yg sedang duduk di depan jendela rumah merekya, terkadang membuat mereka merasa sedikit menggigil.
"Apa kau tidak percaya pada keyakinanku?" Tanya pie merebut gelas berisi teh hangat ditangan kim.
"Ini rasanya aneh, tidak ada rasanya. Aku heran mengapa kau menyukai teh tawar seperti ini, bahkan ayah ku pun sangat menyukainya" Ucap pie saraya mengembalikan gelas yg direbutnya dari kim.
"Ayah yg mengajarkanku untuk minum teh jgn terlalu banyak gula, karna tidak baik untuk kesehatan" Ucap kim tersenyum menatap pie.

***
"Ayahmu pasti orang yg sangat peduli terhadap kesehatan, sama seperti ayahku" Ucap kim mulai mengingat ayahnya.
"Masalah ayahmu, Apa ayahmu tidak pernah mengunjungimu?" Tanya pie sesekali meniup2 telapak tangannya agar terasa lebih hangat.
"Ayah tidak pernah kesini, bahkan ketika kematian ibu pun ayah tidak datang kesini. Sejak ibu berpisah dgn ayah, aku tidak pernah melihat ayah lagi" Ucap kim mulai menceritakan sepenggal kisah hidupnya.
"Apa kau sangat merindukannya?" Tanya pie kembali menatap wajah kim.
"Aku sangat merindukannya, sama halnya seperti aku merindukan ibu" Ucap kim sembari menggenggam tangan pie yg sedang kedinginan.
"Aku masih mempunyai seorang ayah yg tinggal bersamaku, tapi kami tidak seperti layaknya ayah dan anak. Sebenarnya aku sangat ingin memeluknya sebagai mana seorang anak memeluk ayah, Tapi..." Ucap pie terputus karna kim memotong ucapannya.
"Tapi kau masih marah padanya, karna kau tak bisa melupakan kematian ibu. Itukan yg mau kau ucapkan?" Ucap kim memotong kata-kata Pie.
"Jika seandainya Tuhan mengambil hidup ayahmu saat ini, apa kau akan mengiklaskannya? Aku rasa ayahmu akan lebih ikhkas menerima kematiannya, daripada menerima kenyataan bahwa putri kandungnya sangat membencinya" Ucap kim mulai membuat pie diam.
"Seandainya ayahku datang padaku saat ini, Aku akan melupakan kebencianku padanya. Kebencian karna ayah tidak pernah mencariku, Aku akan melupakan semua peristiwa buruk yg terjadi karna ayah. Karna rasa rinduku lebih besar dari rasa kebencianku" Ucap kim seolah ingin menyadarkan pie.
"Ayahku seorang pengkhianat, berbeda dgn ayahmu yg mungkin memang kesalahannya masih bisa untuk dimaafkan" Ucap pie lirih.
"Ayahku juga seorang pengkhianat, setauku ayahku kala itu meninggalkan ibu demi menemui perempuan lain, kemudian ibu pergi denganku meninggalkan rumah kami tanpa ayah. Ayahku juga pengkhianat tapi aku bisa memaafkannya" Ucap kim mulai sedikit berdebat dgn pie.
"Apa kau sengaja mengarang ceritamu? Supaya sama dgn ceritaku? Dgn begitu aku akan mengikutimu untuk memaafkan ayahku?" Ucap pie mulai menerka.
"Aku tidak membuat cerita karangan, Aku hanya menceritakan sepenggal kisahku yg hampir mirip dgn kisahmu" Ucap kim tegas.

***
Setelah hujan redah Pie pulang kerumah, ia melihat ayahnya mondar-mandir diteras rumah seperti sedang menunggunya.
Pie melangkahkan kakinya mendekati ayahnya, tiba-tiba pie memeluk ayahnya seolah melupakan kemarahannya pada ayahnya, tak ada kata yg ia ucapkan. Dengan tenggorokan seperti tercekat, pie memberanikan diri untuk mengucapkan beberapa kata. "Jangan menangis ayah, maafkan aku." Ucap pie dgn suara terbata-bata. Tanpa terasa, ada air mata yang meleleh di pipinya.
Pie dan ayahnya sama-sama menangis. Lalu ayahnya meminta maaf karena dia menangis di depan Pie. "Seharusnya seorang ayah tidak menangis di depan anaknya, Maafkan ayah pie" Ucap ayah pie masih mendekap erat pie. "Ayah tetaplah ayah, manusia yang punya hati. Dan aku telah menyakiti hati ayah teramat dalam. Menangislah ayah, aku tidak akan mengatakan bahwa ayah adalah seorang ayah yg lemah, karna aku tau ayah adalah seorang ayah yg hebat" Ucap pie dalam pelukan ayahnya.
"Sudah lama ayah menanti saat-saat seperti ini, sekarang ayah seperti memeluk kembali putri kecilku yg manja" Ucap ayah pie, mulai melepas pelukannya dan menghapus airmata yg mengalir dipipi pie.
Ayah pie kini menuntut pie masuk kedalam rumah, duduk diruang tamu sesekali menikmati siaran televisi diruang tamu, banyak cerita yg di ucapkan kedua ayah dan anak yg kini seperti baru bertemu.
"Ayah, temanku juga menyukai teh tawar seperti ayah. Katanya baik untuk kesehatan" Ucap pie saat melihat seorang asisten rumah tangga mengantar segelas teh untuk ayahnya.
"Temanmu? Van? Jane? Atau Peuy?" Tanya ayah pie mulai menikmati tehnya.
"Bukan, ayah belum mengenalnya" Ucap pie tersenyum.
"Mengapa kau tidak pernah membawanya kerumah, seperti Van, Jane atau Peuy" Ucap ayah pie meletaknya tehnya kembali diatas meja.
"Jika ada kesempatan waktu aku akan memperkenalkannya dgn ayah, aku rasa kalian klop sama-sama menyukai teh yg aneh rasanya" Ucap pie tertawa kecil.
"Apakah dia seorang laki-laki?" Tanya ayah pie membuat pie menelan ludahnya dgn pertanyaan ayahnya.
"Dia seorang perempuan, tapi fisiknya seperti laki-laki. Apa ayah akan melarangku berteman dengannya?" Ucap pie menatap ayahnya. Ayah pie diam sesaat sebelum memberi jawaban.

***
"Mengapa ayah harus melarangmu, dulu ayah juga sangat dekat dgn anak ayah yg juga seorang perempuan berpenampilan seperti laki-laki, dia anak yg manis. Dalam berteman yg penting hatinya bukan fisiknya, Ayah tidak akan melarangmu untuk berteman dgn siapa pun" Ucap ayah pie tersenyum menatap pie.
"Seandainya aku bukan sekedar berteman dengannya, bagaimana ayah?" Tanya pie serius.
"Jangan katakan kata 'Seandainya' Ayah tidak menyukai kata seandainya karna di dalam kata seandainya menunjukkan adanya kesedihan yang mendalam dan mencela terhadap takdir Tuhan ketika seseorang tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dalam kata 'Seandainya' terdapat makna pengharapan, Apa kau mengharapkan sosok perempuan untuk menjadi pelengkap hidupmu?" Ucap ayah pie kini menatap pie.
"Seandainya kata 'Seandainya' aku ganti dgn kata 'Benar' adanya, bagaimana ayah? Apa ayah akan mempermasalahkannya seperti ayah mempermasalahkan ketika aku mengucapkan kata 'Seandainya'." Ucap pie menatap lekat wajah ayahnya berusaha memprediksi kata boleh atau tidak dari mimik wajah ayahnya.
"Daripada kau berandai-andai lebih baik kau istirahat ini sudah waktunya kau istirahat" Ucap ayah pie mengalihkan pertanyaan pie.
"Aku tidak berandai-andai ayah, bahkan tidak pernah terpikir dalam benakku untuk berandai-andai menyukai seorang perempuan. Inilah faktanya bahwa putrimu menyukai seorang perempuan" Ucap pie mulai sedikit terbuka.
"Maafkan ayah pie, Ayah benar-benar minta maaf" Ucap ayah pie menutup wajahnya dgn kedua telapak tangannya.
Pie mengerutkan keningnya, menatap heran pada ayahnya.
"Jika faktanya putriku benar menyukai seorang perempuan, mungkin inilah kutukan dari Tuhan karna kehidupan masalalu ayah, Ayah minta maaf pie segalanya terjadi karna ayah. Karna ayah kau membenci seorang laki-laki. Ayah tidak akan melarangmu meski sebenarnya ini sangat berat, Namun ayah cukup tau diri bahwa ini terjadi karna perbuatan ayah sendiri. Jika ayah melarangmu berarti ayah tergolong dalam golongan orang yg tidak tau diri" Ucap ayah pie seperti menyesali masalalunya.
"Ayah, berhentilah menyalahkan diri ayah sendiri. Itu hanya akan membuatku juga merasa bersalah" Ucap pie mulai memeluk manja ayahnya.

***
"Mungkin tuhan akan mengutukku sebagai orang tua yg membiarkan anaknya menyimpang, membiarkan anaknya berpijak dijalan yg salah. Tapi jika boleh meminta ayah akan meminta semua dosa penyimpangan yg dilakukan puteri ayah dijatuhkan pada ayah tanpa sedikit pun dijatuhkan padamu, Ayah tidak peduli seberat apa dosa yg harus ayah pikul. Yang penting ayah melihat kembali kebahagiaan diwajah puteriku yg sempat ayah rampas dulu" Ucap ayah pie memeluk pie, yg mulai kembali meneteskan airmatanya.
"Aku bersyukur dgn ketentuan Tuhan bahwa dosa tidak dapat diberikan atau ditanggung oleh orang lain, dgn begitu dosa penyimpangan yg aku perbuat tidak akan dijatuhkan pada ayah melainkan akan kami tanggung sendiri sebagai pelakunya" Ucap pie mulai melepaskan pelukan harunya terhadap ayahnya.
"Ayah penasaran dgn orang yg mampu membuat puteri ayah yg cantik ini bisa memilih jalan menyimpang, Jika punya kesempatan waktu perkenalkan lah dgn ayah, Ayah ingin mengenalnya" Ucap ayah pie tersenyum dan mulai menghapus airmata dipipi pie.
Pie hanya menganggukkan kepalanya sembari melemparkan senyumnya diantara sisa airmatanya. Pie mulai pamit untuk istirahat malam, ia memasuki kamarnya dgn langkah gontai entah apa yg membuatnya tidak begitu bersemangat padahal ayahnya tidak menolak kenyataan bahwa dia adalah puteri ayahnya yg mencintai seorang perempuan.

Ini bukan tentang tidak ada penolakan langsung dari ayahnya, tapi ini tentang kebimbangan hati pie yg mulai bimbang karna ia tau didalam kata 'Aku tidak melarangmu' yg di ucapkan ayahnya terdapat makna yg sangat berat, yg sedikit sulit untuk disama artikan dgn kata-katanya, yaa seperti halnya kata dan makna dalam kalimat 'bibir tersenyum namun kenyataannya hati menangis'. Mungkin seperti itulah kenyataan yg pie pahami dari ayahnya dimulut ayahnya mengatakan tidak akan melarang, namun dihati larangan itu tetap ada.
Logikanya tidak ada orang tua yg akan membiarkan anaknya berpijak dijalan yg salah.
Pie bimbang jika ia tetap pada jalan yg ia pijak sekarang artinya ia akan melukai ayahnya dari dalam, Jika ia kembali pd jalan yg seharusnya ia pijak artinya ia akan menghancurkan 2hati yg sedang menyatu, hati yg tlah menyatu menjadi ejaan KIMPIE

***
Jane duduk dibangku yg terdapat dibawah pohon rindang ditepi danau yg terdapat tak jauh dari area terminal tempat Kim dan kedua temannya bermukim. Terlihat jemarinya mencurahkan seluruh kata-kata yg ada di benaknya ke secarik kertas putih yg bertengger dengan tenang di pahanya. Dengan cekatan, kertas itu berbuah menjadi lipatan rapih yang membentuk sebuah pesawat kertas. Angin sore membelai rambut panjangnya, memintanya untuk menerbangkan pesawat yg berhasil dibuatnya. Jane tersenyum pahit, melepaskan pesawat itu dibawa angin sore. Nampaknya, unek-unek di batinnya yg selalu berkecamuk sudah take-off dgn aman. Tetapi, hatinya masih terasa masam. Jane segera menapakkan kakinya, menuju rumah Kim. Sebelum jane punya kesempatan untuk mengetuk pintu, orang yg ingin dtemuinya sudah berdiri dgn senyum manis di depan jane.
"Aku dapat mendengar langkah kakimu, Peri! Tidak usah susah-susah mengetuk pintu untuk memanggilku" Kim nyengir kuda, berusaha meringankan beban yang dibawa sejak jane mengungkapkan perasaannya pada Van.
"Ternyata kau sudah pulang, Apa aku boleh mengobrol denganmu?" Ucap jane tersenyum.
"Tentu saja boleh, silahkan masuk" Kim mempersilakkan jane masuk membungkukkan tubuhnya seolah mempersilahkan tuan putri untuk masuk.
"Selain pandai berucap kau juga cukup pandai membuat orang tersanjung kim. Aku rasa diluar suasananya akan terasa lebih menarik" Ucap jane tersenyum.
"Angin apa yg membawamu kesini?" Tanya kim sembari mengikuti jane duduk di bangku kayu yg terdapat diabawah pohon yg terdapat didepan rumah kecilnya.
"Aku tidak tau, Aku hanya merasa kau mampu membuat hatiku sedikit lebih tenang. Aku tersesat kesini" jawab jane sedikit bercanda.
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Dan bagaimana dgn Van?" Tanya kim menatap jane yg duduk disampingnya.
"Entahlah! Aku menyerah" Ucap jane putus asa.
"Kita mempunyai dua pilihan tentang waktu, kita yg akan menghabisi waktu dgn baik atau waktu yg akan menghabisi kita dgn baik. Bangkitlah! Jgn biarkan waktu menghabisimu dgn baik dgn keputus asaanmu seperti ini" Ucap kim memberi semangat pada jane. "Kim jika aku tersesat kearahmu, bagaimana?" Tanya jane membuat kim diam sesaat memaknai arti dari ucapannya.

***
"Jika kau tersesat aku akan menuntunmu kembali kearah jalan yg memang seharusnya kau tuju" kim menjawab tenang pertanyaan Jane.
"Jika sebenarnya jalan yg ku tuju selama ini adalah bukan jalan yg ditakdirkan, Jika jalan yg seharusnya ku tuju adalah kau. Bagaimana kim?" Tanya jane lagi-lagi membuat hati kim tak karuan.
"Apa kau tau kapan hujan akan turun? Apa kau tau kapan meteor akan jatuh ke bumi? Dan apa kau tau takdirmu siapa? Kita semua tidak ada yang tau. Terutama jawaban dari pertanyaan terakhir. jawaban dari Bagaimanamu, jika memang takdir aku pun akan mengikutinya, karna takdir tak bisa dielakkan" Ucap kim menatap area terminal yg mulai terlihat sepi.
"Apa itu artinya kau pun akan meminta ku untuk berhenti? Jika seandainya aku mengejarmu, memposisikanmu sebagai takdirku. Aku mengatakan ini bukan tanpa alasan, kau tau kim? Perasaan seseorang cepat berubah, mungkin inilah perubahan yg terjadi pada perasaanku. Meski cukup lama aku kemudian bisa mengubah haluan langkahku. Mungkin ini karna aku 'terbiasa' mendengar kalimat2 ketenangan yg kau ucapkan padaku, kau tau kim? Kata 'Terbiasa' memang paling ampuh mengubah suasana hati seseorang" Ucap jane sesekali mengayunkan kedua kakinya yg menggantung dari bangku yg didudukinya.
"Iya kau kau benar jane, kata 'Terbiasa' itu juga yg pada akhirnya membuatku bisa memahami sebenarnya arti mencintai atau mengagumi. Dan terlepas takdirmu adalah Aku atau Van, setidaknya saat ini, bahkan dari dulu Van yang kau perjuangkan, bukan aku. Aku harap kau tetap akan memperjuangkannya hingga takdir akan menjawabnya" Ucap kim tak ingin terbuai kata takdir yg di ucapkan jane
"Jika aku baru akan memulai mengejar takdirku yg aku tentukan dgn sendiri ini, bagaimana? Apa kau akan diam membiarkan aku mendekatimu atau bahkan kau akan memintaku berhenti seperti yg dilakukan Van?" Tanya jane terus menjebak kim kedalam kalimatnya.
"Aku tidak akan memintamu untuk berhenti, namun aku akan memintamu lebih berhati-hati, mungkin jalannya lebih licin, dari jalan yg kau tempuh sebelumnya" Ucap kim seolah memperingatkan jane. Ini bukan tentang kemunafikkan kim yg menolak jane, tapi ini tentang kesetian kim terhadap Pie yg sudah menjadi pelabuhannya.


***
"Seandainya kita berdua ini sebagai supporters kim, kau lebih menyukainya dengan peri cantik itu atau dengan si penyihir?" Terdengar suara bisikan nerd pada yam, mereka mencuri dengar percakapan antara Kim dan Jane dari balik pintu rumah mereka.
"Karna aku ini keturunan peri sepertinya aku mendukungnya dgn peri cantik itu. Kalau kau mendukungnya dgn yg mana?" Ucap yam balik berbisik.
"Aku akan mendukungnya dgn si penyihir. Kau tau jane alasanku mendukungnya dgn si penyihir, karna aku berharap si penyihir itu akan menyihir wujudku persis dengannya" Ucap nerd dgn kepolosannya.
"Apa kalian tidak mempunyai kesibukan lain, selain menguping, mengintip, dan berdebat hal yg tidak penting seperti tadi" Ucap kim tiba-tiba mendorong pintu, membuat kedua temannya terjatuh.
"Mana peri cantikmu?" Tanya yam nyegir melihat kim sudah berada dihadapannya. Kim menjawab dgn mengucapkan kalimat singkat bahwa jane sudah pulang.
"Berhentilah marah-marah, ini pie menelpon" Ucap yam melihat ponselnya tertera nama Pie memanggil.
Kim mengambil ponsel ditangan yam, kim meninggalkan kedua temannya masuk ke dalam kamar.
"Ayah ingin bertemu denganmu, katanya dia ingin mengenalmu" Ucap pie diseberang telpon.
"Kau membuat jantungku serasa ingin copot, Apakah ayahmu akan marah padaku?" Tanya kim sedikit takut.
"Tenanglah ayah tidak akan marah, bahkan kemarin malam aku sudah menceritakan semua tentang kita pada ayah, dan kau tau kim? Ayah tidak marah padaku" Ucap pie menenangkan kim.
"Apakah kau sudah baikan dgn ayah mertua?" Tanya kim mulai menyebut ayah pie dgn sebutan ayah mertua.
"Aku akan menceritakannya lebih detail ketika kau datang kerumahku, Aku akan menjemputmu. Kapan kau bisa kesini? Aku merindukanmu" Ucap pie mulai sedikit merengek.
"Aku curiga yg memintaku untuk datang kerumahmu sebenarnya kau atau ayah mertua?" Ucap kim menggoda pie.
"Jika kau tidak datang kerumahku, ayah akan kecewa dan aku akan marah padamu" Ucap pie sedikit mengancam.
"Aku suka melihatmu marah, kau terlihat seperti penyihir" Ucap kim tertawa kembali menggoda pie.
"Berhentilah menggodaku, kapan kau akan bertemu dgn ayah? Aku akan menunggu sampai kau benar2 siap" Ucap pie tak menghiraukan gurauan kim.

***
Kim terlihat buru-buru naik ojek untuk mengikuti mobil orang yg dilihatnya dilampu merah, Kim melupakan kedua temannya, Matanya nyaris tak berkedip tak ingin kehilangan jejak orang yg sedang di ikutinya, Hingga tukang ojek itu pun menghentikan motornya saat tiba disebuah rumah mewah, sepertinya orang yg di ikuti Kim adalah orang kaya.
Kim tidak melihat sosok yg di ikutinya keluar dari mobil, mungkin ia kalah cepat dalam mengejarnya, Kim berasumsi bahwa orang yg tadi di ikutinya sudah masuk kedalam rumah.

Kim tidak berani untuk masuk pagar rumahnya, takut apa yg dilihatnya tidak benar.
Cukup lama kim mematung didepan pagar rumah tersebut hingga akhirnya ia pun berpikir akan menunggu didepan rumah itu besok, Kim kembali ke tepi jalan menunggu bus lewat
"Setidaknya aku sedikit melihat sosok yg mirip dgn ayah" Gumam kim sebelum akhirnya menaiki bus untuk ngamen lagi.

Kim seperti menemukan titik terang dari pencariannya selamanya, meski ia tak begitu yakin bahwa sosok yg dilihatnya adalah ayahnya.
"Kau darimana? Kau meninggalkan kami begitu saja" gerutu yam kesal saat mereka bertemu disebuah warung kecil yg memang tempat mereka biasa istirahat siang untuk makan siang sebelum ngamen lagi.
"Aku seperti melihat ayah, tadi aku mengikutinya. Tapi sayang aku tidak melihatnya turun dari mobil jadi aku sedikit ragu" Ucap kim mulai memesan makan siang dgn es teh tawar kesukaannya.
"Lalu, Apa itu benar ayahmu?" Tanya yam serius.
"Aku tidak tau, Aku belum benar-benar melihat wajahnya" Jawab kim menghelah nafas panjang.
"Kau bodoh sekali, mengapa tidak kau ketuk saja pintu rumahnya untuk memastikan" Ucap yam sedikit kesal karna kim terkesan bertele-tele.
"Tenang lah besok aku akan kembali kerumah itu, setidaknya aku sudah tau rumah orang itu" Ucap kim mulai menyantap makan siangnya.
"Jika itu benar memang ayahmu, Apa kau akan meninggalkan kami?" Tanya nerd membuat kim tersedak.
"Apa yg kau tanyakan, Aku tidak akan meninggalkan kalian. Lagi pula itu belum tentu memang ayahku" Ucap kim tak yakin.
"Besok aku akan lebih pagi kerumah itu, Aku berharap itu memang ayah, banyak cerita yg ingin ku sampaikan padanya" Ucap kim penuh pengharapan.

***
"Mengapa kau pagi sekali kesini?" Tanya kim saat melihat pie menghadang jalannya.
"Apa kau tidak menyukainya?" Ucap pie mulai membuat ekspresi kecewa diwajahnya.
"Aku menyukainya, hanya saja aku sedikit terkejut" Ucap kim tersenyum.
"Aku ingin menjemputmu, Aku akan memperkenalkanmu pada ayah" Ucap pie menatap kim seperti tak menginginkan penolakan dari kim.
"Tapi hari ini aku..." Ucap kim terputus karna pie memotong ucapannya.
"Jika kau menolak aku akan sangat kecewa" Ucap pie memotong kata-kata kim.
"Baiklah, Kau mulai memainkan sihirmu untuk membuatku slalu mengIYAkan ucapanmu" Ucap kim menghelah nafas berat karna rencananya akan kerumah orang yg di lihatnya mirip dgn ayahnya gagal.
Pie tersenyum lebar mendengar kata IYA dari kim, matanya yg memang sipit nyaris membuat bola matanya tak terlihat ketika ia menyunggingkan senyumnya, itu benar-benar membuatnya semakin terlihat menggemaskan.
Pie menarik pergelangan tangan kim, menariknya menuju kearah mobil yg terparkir diseberang jalan.
"Apa yg harus aku katakan pada ayahmu nanti?" Tanya kim mulai gugup.
"Tenanglah ayah tidak akan mengintrogasimu seperti polisi mengintrogasi seorang tersangkah, kau tidak perlu takut" Ucap pie tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.
"Aku hanya sedikit gugup, aku tidak mempunyai persiapan" Ucap kim menatap pie yg fokus menyetir.
"Ini bukan ujian kim, tidak perlu persiapan, Aku yakin kau akan dgn mudah akrab dgn ayahku karna kalian mempunyai banyak kesamaan" Ucap pie tertawa kecil melihat kim yg sedikit salah tingkah.
Kim diam sesaat sesekali memejamkan matanya menikmati perjalanan pagi mereka. Saat pie menghentikan mobilnya didepan rumahnya, Kim mulai membuka matanya. Ia keluar mobil dgn langkah sedikit kaku, Kim tertegun saat disadarinya ternyata pie membawanya kerumah yg kemarin ia lihat orang yg mirip dgn ayahnya berhenti dirumah itu. Kim mulai melihat sekeliling keadaan luar rumah itu ternyata memang benar itu adalah rumah orang yg kemarin di ikuti.
"Kim, apa yg kau lihat? Ayoo" Pie membuyarkan lamunan kim dgn menarik pergelangan tangannya.
Kim menghentikan langkahnya didepan pintu, hatinya mulai tak karuan saat ditatapnya wajah pie ternyata memang mirip dgn ayahnya.

***
Jika sebelumnya kim berharap orang yg dilihatnya kemarin adalah ayahnya, Kini kim menghancurkan harapannya ia berharap setelah masuk bukan sosok ayahnya yg akan dilihatnya. Ia rela untuk tidak bertemu dgn ayahnya dulu untuk saat ini, Jika kenyataan bahwa pie adalah saudara tirinya apa yg akan terjadi?? Entahlah..
Kim mengingat kembali ketika ia melihat wajah pie yg tengah tertidur, ia seperti tak asing dgn wajah pie pada saat itu kim tidak bisa mengingatnya dgn baik, Namun kini kim dapat mengingatnya bahwa wajah pie mirip dgn wajah ayahnya.
"Mengapa kau menatapku seperti itu? Ayo masuklah" Pie kembali menarik kim masuk kedalam rumahnya.
Ayah pie yg saat itu duduk diruang tamu membelakangi pintu masuk langsung berdiri mendengar suara pie sedikit berisik didepan pintu masuk. 
Ayah pie mendekati pintu masuk ia melemparkan seulas senyum ramahnya pada orang yg ingin diperkenalkan pie padanya, Namun senyum itu hanya bertahan beberapa menit saat mata ayahnya menatap lekat pada wajah yg berdiri disebelah pie. Pie melihat wajah tegang dari kedua orang kini ia pertemukan, terdengar suara tertahan keluar dari mulut kim menyebut sebuah panggilan "Ayah". Lidah kim seolah keluh untuk mengucapkan kata Ayah, kakinya mulai kaku untuk melangkah mendekati sosok orang yg juga dipanggil ayah oleh pie, tubuh kim sedikit bergetar tak ada kata yg mampu di ucapkannya, hanya tatapannya tetap lurus menatap orang yg berdiri agak jauh dari hadapannya.
Ayah pie mulai melepas kacamatanya seolah tak percaya bahwa yg dilihatnya adalah kedua anaknya yg ia ketahui kini menjalin hubungan terlarang. Iyaa sebuah hubungan yg akan dikutuk Tuhan, hubungan terlarang sesama jenis terlebih lagi hubungan terlarang antara kakak beradik meski hanya suadara tiri tetap lah mereka mempunyai ikatan darah persaudaraan.
Pie menarik tangan kim dgn tetap tersenyum ia menepis bahwa tadi ia mendengar kim mengatakan kata Ayah meski sangat pelan setelah melihat ayahnya, Pie berharap pendengarannya bermasalah.
Kim tak bergeming dari posisinya berdiri meski pie berusaha menariknya, tatapan kim tetap tertuju pada Ayah pie, sesaat ketiganya seolah sedang terkena sihir mematung pada posisi masing-masing.

***
Pie menatap ayahnya dan kim secara bergantian tak ada kalimat yg terucap dari kedua orang yg ditatapnya, Pie mulai memahami bahwa kata "Ayah" yg didengarnya dari mulut kim tadi bukan hanya gurauan pendengarannya. Pie mulai terjatuh bersimpuh dilantai, isaknya mulai terdengar tak ada yg menghampirinya, karna baik ayahnya mau pun kim masih kaku dgn tatapan masing-masing. Kim mengerahkan seluruh kekuatannya, ia membalikkan tubuhnya keluar rumah tanpa memghiraukan Pie, tanpa menghiraukan ayah yg selama ini dicarinya.
Kim berjalan dgn langkah gontai meninggalkan rumah pie ia berjalan tak tentu arah, ia tidak tau harus melangkahkan kakinya ke mana.
"Dimana jualan takdir itu Tuhan, dimana? Aku ingin meminta takdir. Aku tidak pernah menyalahkan takdir atas kehidupan yg ku jalani selama ini, Aku tidak pernah menyalahkan takdirMu bukan ketika KAU mengambil ibu dariku, Aku tidak pernah menyalahkan takdirMu saat KAU memisahkan aku dgn ayah, mengapa sekarang kenyataan takdirku masih begitu pahit? Aku mohon untuk yg satu ini ubahlah takdirmu padaku" Ucap kim mendongak menatap langit mendung yg akan menurunkan hujan.
Hari Di mana seharusnya kebahagiaan menaungi sebuah luka di hati, Di mana seharusnya segala suka cita itu ada, Di saat ketenangan setidaknya akan hadir, Namun pada kenyataannya. Bahkan langit pun ikut menangis, meringis kesakitan, Bahkan kelamnya suasana ikut meramaikan kesunyian, Bahkan dalam dinginnya tangisan hujan, Kim ingin larut di dalamnya. Menghilang, Melebur, Meninggalkan semua. Menjadi satu dengan segala yang mencipta dan tercipta. 
Sampai datangnya sebuah senyuman itu.
Kim bersimpuh dibawah derasnya hujan membasahi bumi, Airmatanya dan air hujan seolah sedang berlomba mengeluarkan airnya. Kini Kim Membeku dalam kedinginan tapi ia seolah tak merasakan lagi rasa menggigil yg sedang menyelimutinya.
"Apakah ini kutukan dari hubungan terlarang yg kami jalani? Jika ini memang sebuah kutukan bertujuan untuk menghentikan penyimpangan kami, Aku... Aku Aaahhh bahkan aku tak akan pernah ikhlas menyerah begitu saja pada TakdirMu" Ucap kim seolah berbicara pada Tuhan dalam kehancuran hatinya.

***
"Apa kim adalah anak tiri ayah?" Tanya pie diselah isaknya, masih berusaha menepis kalau mereka adalah saudara tiri. Ini bukan tentang boleh atau tidaknya suatu hukum menyikapi hubungan yg dijalani KimPie, pada kenyataannya memang KimPie melanggar ketentuan Tuhan karna menjalin hubungan sesama jenis. Ini adalah tentang bagaimana KimPie sendiri dalam menyikapi tentang hubungan mereka, ingin menjadikannya sebagai hubungan persaudaraan kakak beradik atau bahkan tetap melanjutkan penyimpangan mereka yg sudah terlanjur mereka jalin.
"Dia adalah anak yg ayah ceritakan padamu, dia adalah anak dari istri ayah selain ibumu, dia adalah Kim saudara tirimu dan ayah akan tetap menjadikannya sebagai saudaramu. Kalian bersaudara akan tetap saudara tak ada kata tiri di dalamnya, layaknya seperti ayah menganggapnya sebagai anak kandung ayah bukan sebagai anak tiri" Ucap ayah pie seolah menarik kembali kata restu yg pernah di ucapkannya pada pie.
"Bukankah hubungan persaudaraan lebih indah daripada hanya sekedar hubungan percintaan sesama jenis yg kalian jalani, tidak ada hubungan sesama jenis yg bertahan lama karna pada kenyataannya itu adalah suatu hubungan yg dianggap tidak benar bagi kebanyakan orang, Ayah harap kalian bisa memaknainya dgn baik" Ayah pie melanjutkan kata-katanya.
"Jangan sebut dia saudaraku ayah, Aku bukan saudaranya, Dan dia bukan saudaraku. Kami lahir dari rahim yg berbeda, dia bukan saudaraku!" Ucap pie mulai bangkit berdiri menatap wajah ayahnya.
"Kalian saudara! Andai kata kalian bukan sesama perempuan apa kau pikir ayah akan mengatakan kata IYA untuk hubungan kalian? Tidak pie! Tidak! Ayah tidak akan menjadikan hubungan persaudaraan anak-anak ayah rusak hanya dgn hubungan yg mungkin tak akan bertahan lama kalian jalani" Ucap ayah pie mulai memeluk pie.
"Mengapa baru sekarang ayah? Mengapa ayah tidak dipertemukan sebelum kami dipertemukan? Dgn begitu mungkin kami tidak terlanjur seperti ini" Ucap pie seolah menyesali takdir.
"Ayah tau melepas hal yg hampir tergenggam penuh bukanlah perkara mudah, tapi jika kau melepasnya dgn perlahan kau pasti bisa melakukannya. Percayalah" Ucap ayah pie masih memeluk pie yg masih terisak.




BERSAMBUNG...





0 komentar:

Post a Comment